Siapa yang tidak tergiur mendapatkan wahyu atau berkat khusus untuk bisa menjadi raja bagi seluruh umat manusia di bumi? Banyak orang mungkin akan berlomba-lomba mencari dan merebut berkat itu. Tetapi, sayangnya berkat atau wahyu tidak bisa diperoleh sembarangan. Hanya orang tertentu yang mampu mendapatkan wahyu itu. Biasanya, Tuhan memberi wahyu pada orang yang memiliki hati bersih dan berbudi luhur. Cobaan, godaan, dan tantangan hidup harus bisa dilalui oleh setiap orang yang ingin mendapatkan wahyu. Jadi, tidak mudah untuk mendapatkannya.
Perebutan mendapatkan wahyu disajikan dalam pementasan wayang orang berjudul Wahyu Cakraningrat di Gedung Kesenian Jakarta, pada Kamis (24/2) malam. Cerita ini mengisahkan upaya tiga pemuda yang berambisi menjadi raja atau pemimpin negara. Tetapi untuk bisa menjadi raja, tiga pemuda tersebut harus mendapatkan wahyu keraton atau wahyu kerajaan.
Dalam cerita perwayangan ini, wahyu keraton atau wahyu kerajaan ada di negeri khayangan. Wahyu berwujud seorang pria bernama Batara Cakraningrat. Sang wahyu akan turun ke bumi mencari sosok pemuda atau "Kurungan Kencana" yang pantas dijadikan raja untuk negeri di masa datang.
Berbekal tekad bulat, Batara Cakraningrat ditemani Dewi Maninten turun ke bumi. Kedatangan mereka sudah ditunggu-tunggu oleh tiga pemuda yang berambisi menyandang gelar raja. Tiga pemuda itu, yakni Raden Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryudana dan Ratu Banowati, Raden Samba putra dari raja Dwarawati dan Sri Kresna, serta Raden Abimanyu putera Arjuna.
Karakter ketiga pemuda tersebut disajikan berbeda oleh sutradara D Supono. Seperti Raden Lesmana, yang memiliki karakter manja dan mudah tergoda dengan hal-hal duniawi. Ketika Lesmana bertapa di hutan Ganggowirayang, wahyu Cakraningrat masuk ke dalam dirinya. Sayangnya, Lesmana tidak bisa mengontrol diri ketika digoda putri cantik Pamilutsih yang merupakan jelmaan Dewi Maninten. Alhasil wahyu itu pergi meninggalkannya.
Tidak jauh berbeda dengan karakter Lesmana, Raden Samba juga tidak memiliki pengendalian diri yang kuat. Samba dikenal sebagai putera raja yang arogan. Seperti halnya Lesmana, Samba pun bertapa di hutan untuk mendapatkan wahyu. Ketika sang wahyu datang menghampirinya, Samba lengah mengontrol hawa nafsunya. Lagi-lagi kehadiran puteri Pamilutsih menggoda Samba, sampai akhirnya sang wahyu pergi.
Sampai di sini cerita sudah bisa ditebak. Dari tiga pemuda itu, hanya satu yang berhasil mendapatkan wahyu, yakni Raden Abimanyu. Ia berhasil mengontrol diri, bahkan tidak tergoda dengan godaan wanita cantik. Bahkan Abimanyu beberapa kali menolak tawaran Dewi Maninten untuk menikahinya. Ia konsisten mempertahankan wahyu yang ada dalam dirinya. Oleh karena itu, ia terpilih dan dinobatkan menjadi raja bagi alam semesta.
Bagawan Sena Rodra
Sri Batara Kresna yang bergelar Sang Padmanaba dari Dwarawati membicarakan Werkudara yang sedang menyebarkan ajaran yang didapatnya dari Barat, dan yang berganti nama menjadi Bagawan Senarodra. Ia menyebarkan ajarannya di Unggul Pawenang, dan banyak orang berguru kepadanya, termasuk Satyaka.
Para dewa merasa tidak senang karena merasa disamai dan menganggap Senarodra akan memberontak terhadap para dewa. Menurut Batara Kresna Senarodra hanya ingin agar manusia itu berpandangan luas, mendapat kesempurnaan hidup, dan jangan mendapat kepapaan. Sri Kresna ingin mengunjungi dan melihat sendiri keadaannya, dan menyuruh Setyaki berangkat mendahuluinya.
Di Tunggulmalaya Batari Durga dihadap oleh para makhluk halus dan juga Dewasrani, anaknya. Dewasrani melaporkan bahwa banyam orang mengikuti ajaran Sena rodra sehingga tidak menghaormati para Dewa lagi. Batari Durga lalu pergi ketempat Bahgawan Senarodra dan memerintahkan agar para makhluk halus itu mengganggu orang-orang yangh sedang berguru. Di tengah jalan ia bertemu dengan Batara Kresna.
Ketika ditanya keperluannya Batari Durga mengatakan akan menyadarkan Senarodra karena telah mengajarkan agar orang-orang membelakangi para dewa. Batara Kresna tidak sependapat, oleh karenanya minta agar Batari Durga mengurungkan niatnya. Namu ia tidak mau, karenanya terjadi pergulatan antara keduanya. Ketika Batari Durga hampir dikalahkan, ia marah sekali dan memperlihatkan taringnya. Hal ini diimbangi oleh Batara Kresna yang lalu tiwikrama menjadi raksasa sebesar gunung. Batari Durga ketakutan dan karenanya akan memenuhi kemauan Sri Kresna.Mereka lalu berpisah. Namun Batari Durga ternyata masih melanjutkan usahanya dengan cara menyuruh anak buahnya yang berupa makhluk halus untuk mengganggu mereka dengan pergi ke Jodipati, karena disitulah sumber dari perkumpulan orang-orang Jawa. Batari Durga sendiri pergi ke Suranadi untuk melaporkan tindakan Senarodra ke Hyang Pramesti Guru.
Di Jodipati Bagawan Senarodra dikelilingi oleh anak-anaknya dan orang-orang Jawa yang ingin mendapatkan ilmu dari Barat tersebut, berupa Ilmu Kesempurnaan Hidup. Dengan mempelajari ilmu itu hilanglah sifat angkara murka. Mareka hidup layak dan tenteram, di pekarangannya dibangun masjid kecil yang di bawahnya terdapat tempat berwudhu. Setyaki yanga datang menyatakan leinginnannya mendapat ajaran baru itu.Dikatakan oleh Begawan Senarodra bahwa ada empat hal yang penting,yaitu : syarat, tarekat, hakekat, dan makrifat. Syariat adalah bagian dari Rukun Islam, yaitu : syahadat, solat, puasa, memberi zakat, dan naik haji. Syariat adalah ‘ tindakan badaniah’, tarekat’tindakan batiniah’. Sifat-sifat manusia dilambangkan oleh empat warna, yaitu hitam, merah, kuning. Melawan yang putih; aluamah, amarah, supiyah melawan mutmainah. Aluamah berarti nafsu angkara murka, amarah berarti hati yang mudah berang, supiah keinginan barang yang bagus-bagus, sedangkan mutmainah berterimakasih atas apa yang didapat. Hakekat artinya mengetahui adanya Tuhan yang mempunyai sifat dua puluh. Sedangkan makrifat artinya mengetahui adanya dua hal yang menyatu, yaitu persatuan antara kawula dan Gusti, sehingga orang yang telah sampai makrifat dapat mengatahui hal-hal yang jasmaniah maupun yang rohaniah, baik yang kasar maupun yang halus.
Perebutan mendapatkan wahyu disajikan dalam pementasan wayang orang berjudul Wahyu Cakraningrat di Gedung Kesenian Jakarta, pada Kamis (24/2) malam. Cerita ini mengisahkan upaya tiga pemuda yang berambisi menjadi raja atau pemimpin negara. Tetapi untuk bisa menjadi raja, tiga pemuda tersebut harus mendapatkan wahyu keraton atau wahyu kerajaan.
Dalam cerita perwayangan ini, wahyu keraton atau wahyu kerajaan ada di negeri khayangan. Wahyu berwujud seorang pria bernama Batara Cakraningrat. Sang wahyu akan turun ke bumi mencari sosok pemuda atau "Kurungan Kencana" yang pantas dijadikan raja untuk negeri di masa datang.
Berbekal tekad bulat, Batara Cakraningrat ditemani Dewi Maninten turun ke bumi. Kedatangan mereka sudah ditunggu-tunggu oleh tiga pemuda yang berambisi menyandang gelar raja. Tiga pemuda itu, yakni Raden Lesmana Mandrakumara putra Prabu Duryudana dan Ratu Banowati, Raden Samba putra dari raja Dwarawati dan Sri Kresna, serta Raden Abimanyu putera Arjuna.
Karakter ketiga pemuda tersebut disajikan berbeda oleh sutradara D Supono. Seperti Raden Lesmana, yang memiliki karakter manja dan mudah tergoda dengan hal-hal duniawi. Ketika Lesmana bertapa di hutan Ganggowirayang, wahyu Cakraningrat masuk ke dalam dirinya. Sayangnya, Lesmana tidak bisa mengontrol diri ketika digoda putri cantik Pamilutsih yang merupakan jelmaan Dewi Maninten. Alhasil wahyu itu pergi meninggalkannya.
Tidak jauh berbeda dengan karakter Lesmana, Raden Samba juga tidak memiliki pengendalian diri yang kuat. Samba dikenal sebagai putera raja yang arogan. Seperti halnya Lesmana, Samba pun bertapa di hutan untuk mendapatkan wahyu. Ketika sang wahyu datang menghampirinya, Samba lengah mengontrol hawa nafsunya. Lagi-lagi kehadiran puteri Pamilutsih menggoda Samba, sampai akhirnya sang wahyu pergi.
Sampai di sini cerita sudah bisa ditebak. Dari tiga pemuda itu, hanya satu yang berhasil mendapatkan wahyu, yakni Raden Abimanyu. Ia berhasil mengontrol diri, bahkan tidak tergoda dengan godaan wanita cantik. Bahkan Abimanyu beberapa kali menolak tawaran Dewi Maninten untuk menikahinya. Ia konsisten mempertahankan wahyu yang ada dalam dirinya. Oleh karena itu, ia terpilih dan dinobatkan menjadi raja bagi alam semesta.
Bagawan Sena Rodra
Sri Batara Kresna yang bergelar Sang Padmanaba dari Dwarawati membicarakan Werkudara yang sedang menyebarkan ajaran yang didapatnya dari Barat, dan yang berganti nama menjadi Bagawan Senarodra. Ia menyebarkan ajarannya di Unggul Pawenang, dan banyak orang berguru kepadanya, termasuk Satyaka.
Para dewa merasa tidak senang karena merasa disamai dan menganggap Senarodra akan memberontak terhadap para dewa. Menurut Batara Kresna Senarodra hanya ingin agar manusia itu berpandangan luas, mendapat kesempurnaan hidup, dan jangan mendapat kepapaan. Sri Kresna ingin mengunjungi dan melihat sendiri keadaannya, dan menyuruh Setyaki berangkat mendahuluinya.
Di Tunggulmalaya Batari Durga dihadap oleh para makhluk halus dan juga Dewasrani, anaknya. Dewasrani melaporkan bahwa banyam orang mengikuti ajaran Sena rodra sehingga tidak menghaormati para Dewa lagi. Batari Durga lalu pergi ketempat Bahgawan Senarodra dan memerintahkan agar para makhluk halus itu mengganggu orang-orang yangh sedang berguru. Di tengah jalan ia bertemu dengan Batara Kresna.
Ketika ditanya keperluannya Batari Durga mengatakan akan menyadarkan Senarodra karena telah mengajarkan agar orang-orang membelakangi para dewa. Batara Kresna tidak sependapat, oleh karenanya minta agar Batari Durga mengurungkan niatnya. Namu ia tidak mau, karenanya terjadi pergulatan antara keduanya. Ketika Batari Durga hampir dikalahkan, ia marah sekali dan memperlihatkan taringnya. Hal ini diimbangi oleh Batara Kresna yang lalu tiwikrama menjadi raksasa sebesar gunung. Batari Durga ketakutan dan karenanya akan memenuhi kemauan Sri Kresna.Mereka lalu berpisah. Namun Batari Durga ternyata masih melanjutkan usahanya dengan cara menyuruh anak buahnya yang berupa makhluk halus untuk mengganggu mereka dengan pergi ke Jodipati, karena disitulah sumber dari perkumpulan orang-orang Jawa. Batari Durga sendiri pergi ke Suranadi untuk melaporkan tindakan Senarodra ke Hyang Pramesti Guru.
Di Jodipati Bagawan Senarodra dikelilingi oleh anak-anaknya dan orang-orang Jawa yang ingin mendapatkan ilmu dari Barat tersebut, berupa Ilmu Kesempurnaan Hidup. Dengan mempelajari ilmu itu hilanglah sifat angkara murka. Mareka hidup layak dan tenteram, di pekarangannya dibangun masjid kecil yang di bawahnya terdapat tempat berwudhu. Setyaki yanga datang menyatakan leinginnannya mendapat ajaran baru itu.Dikatakan oleh Begawan Senarodra bahwa ada empat hal yang penting,yaitu : syarat, tarekat, hakekat, dan makrifat. Syariat adalah bagian dari Rukun Islam, yaitu : syahadat, solat, puasa, memberi zakat, dan naik haji. Syariat adalah ‘ tindakan badaniah’, tarekat’tindakan batiniah’. Sifat-sifat manusia dilambangkan oleh empat warna, yaitu hitam, merah, kuning. Melawan yang putih; aluamah, amarah, supiyah melawan mutmainah. Aluamah berarti nafsu angkara murka, amarah berarti hati yang mudah berang, supiah keinginan barang yang bagus-bagus, sedangkan mutmainah berterimakasih atas apa yang didapat. Hakekat artinya mengetahui adanya Tuhan yang mempunyai sifat dua puluh. Sedangkan makrifat artinya mengetahui adanya dua hal yang menyatu, yaitu persatuan antara kawula dan Gusti, sehingga orang yang telah sampai makrifat dapat mengatahui hal-hal yang jasmaniah maupun yang rohaniah, baik yang kasar maupun yang halus.
Atas pertanyaan Setyaki begaimana cara mendapatkannya, karena ia merasa bodoh sekali. Bagawan Senarodra menjawab ia tak usah memaksakan diri, lebih baik berada di di tengah-tengah. Sebagai seorang satriya secara lahiriah ia harus menjalankan tugas sebagai menjaga negara, secara batiniah ia harus dapat menguasai nafsunya.
Batara Guru yang mendengar bahwa Bagawan Senarodra mengajarkan ilmu kesempurnaan Hidup merasa khawatir kekuasaan para dewa akan berkurang. Karenanya ia memerintahkan Yamadipati untuk mengambil Senarodra, tetapi karena belum waktunya mati maka agar Senarodra dimasukkan ke dalam cupu Retna Dumilah yang berisi gambar sorga. Sena rodra patuh ketika diminta memasuki Retna Dumilah, saudara-saudaranya mengikutinya, juga Batara Kresna, semar, Gareng dan Petruk.
Di Nusakambangan, raja raja raksasa Kala Srenggi memerintahkan patih Kala Srenggini dan Kala Srenggana bersiap-siap untuk menyerang Suralaya dengan maksud meminta semua bidadari agar menjadi isterinya.
Ia juga meminta raja Astina tunduk kepadanya dan ikut menyerang Suralaya. Dalam pertempuran semua dewa-dewa dikalahkan oleh pasukan Kala Srenggi. Atas pertanyaan Hyang Pramesti siapa yang kiranya dapat melawan raksasa tersebut. Narada mengusulkan agar para Pandawa yang dikurung dalam Retna Dumilah dikeluarkan dan diminta melawan perusuh yang datang. Hyang Pramesti menyetujui namun masih minta jaminan bahwa Senarodra tidak akan mengajarkan ilmunya yang dapat menurunkan wibawa para dewa. Maka Hyang Narada membuka Retna Dumilah dan minta agar Pandawa melawan para penyerang Suralaya itu. Mmereka mengatakan bahwa sebenarnya sudah merasa nikmat berada di dalam Retna Dumilereka segera berangkat meskipun ah, karena tidak merasakan lapar dan haus atau pun susah.
Katika para raja Jawa mengetahui bahwa lawannya adalah para Pandawa, mereka mengundurkan diri dan kembali ke negara masing-masing; tinggallah para raksasa dan pemimpinnya.
Danaraja maju ke medan perang dengan naik kereta, Senarpdra hanya berjalan kaki dengan membawa gadanya Rujakpolo. Kala Srenggini dan Kala Srenggana dapat dipanah oleh Dananjaya, dan seketika berubah menjadi Batara Kamajaya dan Batari Kamaratih, sedangkan Kala Srenggi berubah menjadi Sanghyang Tunggal. Melihat hal itu para Pandawa segera bersujud di hadapan mereka. Sanghyang Tunggal menyampaikan bahwa perbuatannya itu karena tindakan para dewa sudah dianggap melanggar aturan yang berlaku.Setelah menyampaikan nasehat kepada Hyang Pramesti dan minta agar Senarodra diijinkan tetap mengajarkan ilmunya, maka Sanghyang Tunggal menghilang. selanjutnya para dewa menyampaikan terimaksih kepada para Pandawa yang telah berhasil mengatasi keributan di Suralaya
Batara Guru yang mendengar bahwa Bagawan Senarodra mengajarkan ilmu kesempurnaan Hidup merasa khawatir kekuasaan para dewa akan berkurang. Karenanya ia memerintahkan Yamadipati untuk mengambil Senarodra, tetapi karena belum waktunya mati maka agar Senarodra dimasukkan ke dalam cupu Retna Dumilah yang berisi gambar sorga. Sena rodra patuh ketika diminta memasuki Retna Dumilah, saudara-saudaranya mengikutinya, juga Batara Kresna, semar, Gareng dan Petruk.
Di Nusakambangan, raja raja raksasa Kala Srenggi memerintahkan patih Kala Srenggini dan Kala Srenggana bersiap-siap untuk menyerang Suralaya dengan maksud meminta semua bidadari agar menjadi isterinya.
Ia juga meminta raja Astina tunduk kepadanya dan ikut menyerang Suralaya. Dalam pertempuran semua dewa-dewa dikalahkan oleh pasukan Kala Srenggi. Atas pertanyaan Hyang Pramesti siapa yang kiranya dapat melawan raksasa tersebut. Narada mengusulkan agar para Pandawa yang dikurung dalam Retna Dumilah dikeluarkan dan diminta melawan perusuh yang datang. Hyang Pramesti menyetujui namun masih minta jaminan bahwa Senarodra tidak akan mengajarkan ilmunya yang dapat menurunkan wibawa para dewa. Maka Hyang Narada membuka Retna Dumilah dan minta agar Pandawa melawan para penyerang Suralaya itu. Mmereka mengatakan bahwa sebenarnya sudah merasa nikmat berada di dalam Retna Dumilereka segera berangkat meskipun ah, karena tidak merasakan lapar dan haus atau pun susah.
Katika para raja Jawa mengetahui bahwa lawannya adalah para Pandawa, mereka mengundurkan diri dan kembali ke negara masing-masing; tinggallah para raksasa dan pemimpinnya.
Danaraja maju ke medan perang dengan naik kereta, Senarpdra hanya berjalan kaki dengan membawa gadanya Rujakpolo. Kala Srenggini dan Kala Srenggana dapat dipanah oleh Dananjaya, dan seketika berubah menjadi Batara Kamajaya dan Batari Kamaratih, sedangkan Kala Srenggi berubah menjadi Sanghyang Tunggal. Melihat hal itu para Pandawa segera bersujud di hadapan mereka. Sanghyang Tunggal menyampaikan bahwa perbuatannya itu karena tindakan para dewa sudah dianggap melanggar aturan yang berlaku.Setelah menyampaikan nasehat kepada Hyang Pramesti dan minta agar Senarodra diijinkan tetap mengajarkan ilmunya, maka Sanghyang Tunggal menghilang. selanjutnya para dewa menyampaikan terimaksih kepada para Pandawa yang telah berhasil mengatasi keributan di Suralaya
No comments:
Post a Comment